Minggu, 17 Agustus 2014

Total Success: Memetakan Langkah Menuju Sukses



                                 Judul buku            :  Total Success ( Jangan Mau Jadi Orang Biasa Jika Bisa Jadi Luar Biasa )
Penulis                   :  Abu Mufidah dan J. Hariyadi
Tahun terbit           : Maret 2013       
Penerbit                 :  Qultum Media
Jumlah halaman     :  264  halaman


 

Oleh: Zurnila Emhar Ch
 
Kesuksesan adalah harapan dan hak setiap orang, namun tidak semua orang bisa meraih kesuksesan yang diimpikannya. Penyebabnya sederhana. Ada yang malas untuk mencoba hal-hal baru, ada yang tidak berani mengambil resiko, ada juga yang tidak sabar dalam menjalani proses. Kebanyakan, mereka menginginkan perubahan secara instan.
Dalam penyajiannya, buku yang ditulis Abu Mufidah dan J. Hariyadi ini terbagi kepada tiga bagian. Bagian pertama mengajak pembaca untuk mengubah cara pandang. Buku ini menegaskan ada banyak jalan menuju sukses. Setiap orang diajak untuk mendefinisikan arti sukses menurut diri masing-masing. Karena kriteria sukses setiap orang itu berbeda-beda.
Menurut Dwight D. Eisenhower, “Sejarah seseorang yang sukses tidak tercipta secara kebetulan, melainkan karena pilihan mereka sendiri.” (hal.3) Ketika definisi sukses sudah didapatkan dan keputusan sudah diambil maka sumber kekuatan yaitu pikiran akan bekerja. Selama kita memelihara sikap positive thingking, berbagai jalan menuju kesuksesan itu akan terhampar dengan sendirinya.
Cara berpikir positif akan membantu kita dalam memahami setiap peristiwa. Bahwa selalu ada hikmah yang bisa dijadikan pelajaran di masa yang akan datang. Setiap orang itu unik dengan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kekurangan yang terdapat pada diri bukan alasan untuk menyerah pada keadaan. Dengan membakar jiwa semangat, bekerja keras dan membuang perasaan takut gagal maka mimpi akan jadi kenyataan. Jadi, berpikir positif akan membuat beban hidup jadi ringan.
Mimpi merupakan sumber enegi yang akan memberikan daya dorong yang kuat, agar kita bisa bertahan. Perasaan pesimis yang biasanya muncul lebih dikarenakan ketidakmampuan kita dalam mengelola kemampuan diri. Beragam alasan kegagalan akan menyertainya sikap tersebut. Pada akhirnya selalu ada yang menjadi kambing hitam.
Pada bagian kedua, pembaca akan diajak untuk mengenali diri sendiri. Setelah kita memutuskan untuk sukses dan menetapkan tujuan, langkah selanjutnya adalah mengenali potensi diri yang bisa diandalkan. Untuk mengenalinya kita bisa menuliskan kelebihan dan kekurangan diri secara jujur.  Potensi ini kemudian dikembangkan dengan menetapkan tujuan yang jelas, konsep yang matang dan strategi yang jitu untuk mencapainya.
Menurut La Rose, dalam mengembangkan diri, manusia membutuhkan gizi. Adapun gizi yang dimaksud adalah; bergaul dengan orang yang bukan satus profesi untuk memperoleh peluang-peluang baru, memilih teman yang bisa diajak diskusi dan mau memberikan umpan balik yang sesuai dengan realita, bersikap dan berpikir positif tentang sesama, membiasakan mengucapkan terima kasih, serta membiasakan mengatakan hal-hal yang menghargai orang lain dan bicara efektif. (hal. 23)
Dengan menghilangkan pikiran negatif bisa membantu kita menyeimbangkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. John Pattrick mengatakan; “Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa bertahan dalam hidup.” (hal. 131)
Bagian ketiga dalam buku ini mengajak pembaca untuk berbuat sesuatu dalam mewujudkan apa yang menjadi harapan dan impian dalam hidup. Untuk mewujudkan hal itu, kita diharuskan untuk selalu mengembangkan diri dan mempunyai target. Setiap keberhasilan sebaiknya diiringi oleh keberhasilan berikutnya. Dengan begitu kita akan membuat target-target baru ketika target sebelumnya telah tercapai. Dengan demikian hidup akan terasa bergairah, dinamis dan penuh semangat.
Menurut Steven Covey, ada dua pertimbangan dalam memilih prioritas pekerjaan yaitu important (seberapa pentingnya pekerjaan tersebut) dan urgent (seberapa mendesaknya pekerjaan tersebut).
Al Muhtaram mengatakan; “Tidak ada tempat dan waktu untuk mengubah masa lalu Anda, tetapi akan ada selalu waktu dan tempat untuk mengubah masa depan Anda.” (hal. 147)
Sebagaimana buku-buku motivasi lainnya, buku terbitan Qultum Media ini juga banyak memberikan contoh perjalanan hidup orang-orang sukses. Bagaimana mereka menjalani proses, menciptakan momentum dan mengambil peluang serta inovasi dalam mengembangkan diri.
Hanya saja dalam penyajiannya, ada beberapa isi sub bab yang nampak mirip satu sama lain. Walaupun begitu, quote yang ditampilkan pada setiap subbab membantu pembaca mengambil benang merah dari maksud penulis. Dan bagi saya ini sangat menarik.***
Perawang, November 2013
Dimuat di Singgalang, Juli 2014

Minggu, 10 Agustus 2014

(Bukan) Salah Waktu : Luka dari Masa Lalu



Judul buku            :  (Bukan) Salah Waktu
Penulis                  :  Nastiti Denny
Tahun terbit          : Desember 2013
Penerbit               :  Bentang
Jumlah halaman    :  248 halaman
ISBN                   :  978-602-7888-94-4



LUKA DARI MASA LALU

Tema kehidupan rumah tangga memang tidak ada habisnya untuk diceritakan. Beragam kisah terhampar untuk diambil hikmahnya. Selain dari menikmati romansa dan bersabar menjalani peliknya hidup berkeluarga, kesalahan yang tidak disengaja sekalipun layak untuk diungkapkan pada pasangan. Jujur. Kiranya itulah yang ingin disampaikan Nastiti Denny dalam novel (Bukan) Salah Waktu ini.
Dikisahkan, Sekar memutuskan meninggalkan pekerjaannya untuk fokus pada keluarga. Perceraian orang tuanya yang sama-sama sibuk membuat Sekar ingin menjadi perempuan yang pantas sebagai istri dan ibu (hal. 65). Dalam menjalani peran barunya, Sekar belajar memasak kepada Marni, pembantunya yang berbakat. Sejak itu Sekar tidak pernah absen menyiapkan sarapan dan bekal untuk Prabu, suaminya.
Dua tahun menikah tanpa hadirnya buah hati bukan masalah bagi mereka. Memiliki rumah dengan uang pribadi sudah cukup membahagiakan walaupun hubungan mereka tidak begitu romantis. Ketenangan rumah tangga itu mulai terusik dengan kemunculan Bram. Dari Bram, Sekar mendapati kenyataan tentang masa lalu suaminya yang telah memiliki anak dari Laras, kakak Bram (hal. 76).
Berita itu tidak membuat Sekar serta merta meledak. Dia sadar dirinya juga merahasiakan kondisi keluarganya. Dia tidak ingin kekahawatiran mertuanya menjadi kenyataan. Sekar mengerti, dia bisa menikah dengan Prabu karena keluarga suaminya tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Seandainya mertuanya tahu orang tuanya sudah bercerai, pasti dulu mereka menolaknya sebagai menantu.
Di sisi lain, Prabu baru mengetahui kalau dia telah memiliki anak yang berusia delapan tahun dari Laras, saat meeting di Bogor (hal. 101). Masalahnya terasa makin rumit dengan dendam yang mengarah pada ayahnya. Laras dan Bram kembali untuk menghancurkan keluarganya. Laras menganggap ayah Prabu adalah penyebab kehancuran keluarganya. Jabatan ayah Prabu di dinas pertanahan sebelas tahun lalu telah membuat usaha ayah Laras bangkrut dan membuat ayahnya depresi hingga gantung diri.
“Karena ayahmu, ayahku memutuskan meninggalkan aku, ibuku dan adikku. Membuat hidup kami terpuruk (hal. 106).
Novel ini mengalir dengan tenang. Kilas balik masa lalu tokoh utama menjadi kekuatan alur. Namun kemunculan Laras dan Bram yang sebenarnya merupakan konflik utama justru tidak terasa imbasnya pada rumah tangga Sekar dan Prabu. Kenyataan bahwa Sekar anak pungut juga tidak menyentuh hubungan mereka (hal. 158). Konflik yang seharusnya menguatkan tema terasa kurang berhasil dibangun penulis.
Ada beberapa hal yang agak ganjil dalam hubungan Sekar dan Prabu. Pertama, keduanya berpisah selama tiga minggu dan sama sekali tidak berkomunikasi. Prabu mengurusi urusannya dengan Laras, membuktikan kebenaran cerita tentang ayahnya. Tak ada permintaan maaf pada Sekar. Dan Sekar sibuk merawat mamanya yang terserang stroke. Tidak ada pembicaraan tentang masalah yang menghampiri mereka. Pun ketika Prabu menunjukkan tes DNA Wira kepadanya, emosi Sekar sebagai istri tidak keluar.
“Aku membebaskanmu untuk memilih. Aku tak berhak memaksamu untuk tetap tinggal bersamaku.” Suara Prabu terdengar parau.
“Kau akan menikahi Laras?” ujar Sekar lirih.
“Belum tahu,” jawab Prabu singkat. (hal.193 )
Kedua, bagaimana mungkin Prabu tidak mengetahui kalau mertuanya telah lama bercerai? Lagian Sekar memiliki trauma dari masa lalunya yang sering menjadi mimpi buruk. Kenapa Prabu tidak bertanya ketika mendapati Sekar tertidur sambil meringkuk di celah antara dinding dan lemari?
Ketiga, Bram dan Laras kehilangan tujuan. Bram jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Sekar? Dan Laras menghilang setelah tes DNA. Bram dan Laras tersadar begitu cepat sebelum pembaca benar-benar merasakan peran mereka.
Penggambaran yang detil tentang tempat dan waktu menjadi poin plus lainnya. Namun, karakter Sekar yang begitu kuat tidak seimbang dengan karakter Prabu. Kecanggungnya Sekar di awal berhenti kerja, Prabu memahaminya. Namun, tidak ada kata menyesal ketika dia tidak memenuhi janji makan pepes buatan Sekar selama tiga hari. Prabu hanya mengedikkan bahu (hal. 19). Juga tidak ada kegembiraan ketika tahu Sekar hamil. Notes-notes yang ditulis Prabu seakan tempelan saja.
Karakter Bu Yani malah lebih kuat. Ketidakpeduliannya sebagai ibu berimbas pada trauma yang terus menghantui Sekar.
Tokoh yang membuat penasaran adalah Alex. Papa Sekar yang telah lama tak berkabar bernama Alex. Orang yang tahu dalang kebangkrutan ayah Laras juga bernama Alex. Saya merasa keduanya orang yang sama tapi tak ada keterangan. Dan Yasmina adalah tokoh yang membingungkan. Semula Yasmina merupakan nama Sekar sebelum diadopsi (hal. 143), tapi dalam mimpi Sekar di ending cerita dinyatakan tiga orang anak berada di pelukan mamanya; Langit, Yasmina dan dirinyakah? (hal.236)
Secara keseluruhan novel ini memiliki setting dan alur yang bagus. Hanya saja konfliknya kurang terasa dan klimaksnya pun tidak jelas. Tawaran kerja ke Singapura untuk Prabu dan ke Afrika untuk Sekar, tak berkeputusan.
Sampul warna putih dengan jam beker di tengahnya terkesan terlalu ceria untuk tema yang diangkat. Sedangkan pada blurb-nya terkesan serius. Namun, ketika waktu bergulir tanpa bisa dibendung, ketika kenyataan memaksa untuk dipahami, ketika kesalahan memohon untuk dimaafkan, kurasa aku tak sanggup, Sayang... Sampul, blurb dan konflik seperti tidak sinkron.
Beberapa kesalahan editan terdapat pada keterangan orang yang menjaga Langit, nama yayasan Bu Yani dan pekerjaan ayah Prabu. Saya anggap ini human error.
Di luar semua itu, novel ini menyampaikan pesan yang jelas; berdamailah dengan masa lalu dan jujurlah pada pasangan hidupmu.*

Dimuat di Koran Singgalang, 6 Juli 2014