Senin, 12 Mei 2014

Intrik Percintaan dan Pertobatan Pekerja Seks



                                 Judul buku             :  Kau Bidadari Surgaku
Penulis                   :  Ade Kurniawan
Tahun terbit            April 2014        
Penerbit                 :  Rumah Oranye
Jumlah halaman      :  354  halaman
ISBN                     :  978-602-1588-37-6








KETIKA MANTAN PELACUR BERTAUBAT

Menjadi bidadari adalah impian setiap perempuan. Baik di dunia maupun di akhirat. Namun tentu saja jalan menuju predikat itu tidaklah mudah. Ada banyak rintangan yang harus dilewati. Kiranya itulah yang diceritakan Ade Kurniawan dalam novel Kau Bidadari Surgaku ini.
Pada mulanya Marwah datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Niatnya menjadi pembantu rumah tangga justru membuatnya terlunta-lunta di ibu kota tanpa sanak saudara. Untuk mengganjal perutnya, Marwah menjadi tukang cuci piring di warung hingga dia bertemu Shinta.
Persahabatan di antara mereka terjalin erat layaknya saudara sekalipun berbeda keyakinan. Untuk menghidupi dirinya dan keluarganya di kampung, Shinta menjadi wanita panggilan. Walaupun demikian, dia memiliki hati yang tulus. Tanpa ragu, dia pernah menyerahkan tabungannya sebesar 15 juta untuk pengobatan anak tetangganya yang terserang kanker.
“Kita memang palacur, namun kita bukanlah manusia tanpa nurani. Dengan menjadi pelacur, bukan berarti kita harus tak peduli dengan derita sesama,” katanya. (hal. 187)
Dan Shinta terang-terangan menentang keinginan Marwah untuk mengikuti jejaknya. Namun dia tidak bisa menghentikannya ketika Marwah telah menjatuhkan pilihan pada profesi tersebut.
Setiap bulan Marwah selalu mengirimi ibu dan adiknya uang. Dia juga menjadi donatur tetap sebuah yayasan panti asuhan. Tiga tahun lamanya dia menikmati pekerjaannya.
“Yang penting buatku adalah, aku tidak merugikan orang lain serta bisa membuat orang-orang di sekitarku bahagia.” (hal. 30)
Marwah juga bangga ketika orang-orang di kampung mengenalnya sebagai penderma. “Semua yang aku lakukan bukan semata-mata karena Allah, melainkan hanya sebagai topeng agar aku, terutama ibuku selalu dihargai orang lain.” (hal. 30)
Perkenalannya dengan Hamzah, seorang ustadz muda, ternyata menyentuh sisi rohaninya. Marwah berencana meninggalkan dunianya. Saat yang bersamaan, Shinta tertangkap oleh Komisi Pemberantassan Korupsi saat berduaan di hotel dengan seorang pengusaha yang merangkap ketua partai besar. Pemberitaan yang buruk tentang Shinta menjadi ketakutan yang terus membayangi Marwah. Dia tidak siap jika orang-orang tahu dia seorang pelacur. Apalagi sampai dibenci keluarganya.
Marwah mulai rajin megikuti pengajian. Penampilannya juga berubah. Shinta pun mendukung perubahan positif padanya. “Aku tidak pernah meragukan Tuhan dalam hal mengampuni hamba-Nya yang berdosa,” Shinta berujar lirih. (hal. 199)
Seiring waktu Hamzah mulai menyukai Marwah. Namun kedekatan mereka senantiasa diawasi Shafa, teman pengajian Hamzah yang juga menyukainya.
Berbeda dengan novel berlabel islami kebanyakan, novel terbitan Rumah Oranye ini justru menghadirkan sosok antagonis dalam diri Shafa. Gadis cantik yang selalu menggunakan kerudung yang hampir menutupi sebagian tubuhnya itu ternyata menyimpan kedengkian. Penolakan Hamzah atas lamaran ayahnya membuat Shafa merencanakan sebuah kejahatan untuk menyingkirkan Marwah di kemudian hari. Ketika kebanyakan orang menulis kebaikan-kebaikan dalam sosok yang agamais, Shafa hadir sangat natural.
Ketika Marwah masuk rumah sakit karena magh kronisnya, Shafa berhasil mengajak dokter bekerja sama untuk memberikan diagnosa dan obat yang salah kepada Marwah. Mantan wanita panggilan itu didiagnosa mengidap HIV dan sedang hamil dua bulan. Sedangkan waktu itu dia baru menikah satu minggu. Hal ini membuat Hamzah menjatuhkan talak padanya.
Novel ini juga menyuguhi pembaca dengan penggalan-penggalan hadits dan kisah-kisah yang bisa menjadi tuntunan. Hanya saja ceramah Hamzah tentang menyambut ramadhan terasa terlalu panjang. (Hal. 323 - 328)
Selain silang sengkarut hubungan Marwah dan Hamzah, penulis juga mengungkapkan sebuah rahasia. Rupanya Marwah bukan anak kandung ayahnya. Mengetahui kenyataan itulah yang telah membuat ayahnya meninggal.
Pada akhirnya jalinan cerita ini terkesan kurang alami. Mungkin karena rentang waktu yang digunakan penulis untuk berkisah terlalu pendek. Marwah masuk rumah sakit dan ditalak pada awal ramadhan. Kemudian Hamzah mulai dekat dengan Shafa. Dan kebusukan Shafa terbongkar menjelang lebaran.
Selain rentang waktu yang sempit, beberapa kesalahan EYD juga mengurangi kenyamanan membaca. Di samping itu, penulis juga tidak konsisten menggunakan panggilan Mak atau Ibu. Jika konsisten tentu akan lebih baik.***

Dimuat Koran Jakarta, 10 Mei 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar