Judul buku : Kau Bidadari Surgaku
Penulis : Ade Kurniawan
Tahun terbit : April 2014
Penerbit : Rumah Oranye
Jumlah halaman : 354 halaman
ISBN : 978-602-1588-37-6
KETIKA MANTAN PELACUR BERTAUBAT
Menjadi bidadari
adalah impian setiap perempuan. Baik di dunia maupun di akhirat. Namun tentu
saja jalan menuju predikat itu tidaklah mudah. Ada banyak rintangan yang harus
dilewati. Kiranya itulah yang diceritakan Ade Kurniawan dalam novel Kau
Bidadari Surgaku ini.
Pada mulanya Marwah
datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Niatnya menjadi pembantu rumah tangga
justru membuatnya terlunta-lunta di ibu kota tanpa sanak saudara. Untuk
mengganjal perutnya, Marwah menjadi tukang cuci piring di warung hingga dia
bertemu Shinta.
Persahabatan di antara
mereka terjalin erat layaknya saudara sekalipun berbeda keyakinan. Untuk
menghidupi dirinya dan keluarganya di kampung, Shinta menjadi wanita panggilan.
Walaupun demikian, dia memiliki hati yang tulus. Tanpa ragu, dia pernah
menyerahkan tabungannya sebesar 15 juta untuk pengobatan anak tetangganya yang
terserang kanker.
“Kita memang
palacur, namun kita bukanlah manusia tanpa nurani. Dengan menjadi pelacur,
bukan berarti kita harus tak peduli dengan derita sesama,” katanya. (hal. 187)
Dan Shinta
terang-terangan menentang keinginan Marwah untuk mengikuti jejaknya. Namun dia
tidak bisa menghentikannya ketika Marwah telah menjatuhkan pilihan pada profesi
tersebut.
Setiap bulan Marwah
selalu mengirimi ibu dan adiknya uang. Dia juga menjadi donatur tetap sebuah
yayasan panti asuhan. Tiga tahun lamanya dia menikmati pekerjaannya.
“Yang penting
buatku adalah, aku tidak merugikan orang lain serta bisa membuat orang-orang di
sekitarku bahagia.” (hal. 30)
Marwah juga bangga
ketika orang-orang di kampung mengenalnya sebagai penderma. “Semua yang aku
lakukan bukan semata-mata karena Allah, melainkan hanya sebagai topeng agar
aku, terutama ibuku selalu dihargai orang lain.” (hal. 30)
Perkenalannya
dengan Hamzah, seorang ustadz muda, ternyata menyentuh sisi rohaninya. Marwah berencana
meninggalkan dunianya. Saat yang bersamaan, Shinta tertangkap oleh Komisi
Pemberantassan Korupsi saat berduaan di hotel dengan seorang pengusaha yang
merangkap ketua partai besar. Pemberitaan yang buruk tentang Shinta menjadi
ketakutan yang terus membayangi Marwah. Dia tidak siap jika orang-orang tahu
dia seorang pelacur. Apalagi sampai dibenci keluarganya.
Marwah mulai rajin
megikuti pengajian. Penampilannya juga berubah. Shinta pun mendukung perubahan
positif padanya. “Aku tidak pernah meragukan Tuhan dalam hal mengampuni
hamba-Nya yang berdosa,” Shinta berujar lirih. (hal. 199)
Seiring waktu
Hamzah mulai menyukai Marwah. Namun kedekatan mereka senantiasa diawasi Shafa,
teman pengajian Hamzah yang juga menyukainya.
Berbeda dengan
novel berlabel islami kebanyakan, novel terbitan Rumah Oranye ini justru menghadirkan
sosok antagonis dalam diri Shafa. Gadis cantik yang selalu menggunakan kerudung
yang hampir menutupi sebagian tubuhnya itu ternyata menyimpan kedengkian.
Penolakan Hamzah atas lamaran ayahnya membuat Shafa merencanakan sebuah
kejahatan untuk menyingkirkan Marwah di kemudian hari. Ketika kebanyakan orang
menulis kebaikan-kebaikan dalam sosok yang agamais, Shafa hadir sangat natural.
Ketika Marwah masuk
rumah sakit karena magh kronisnya, Shafa berhasil mengajak dokter bekerja sama untuk
memberikan diagnosa dan obat yang salah kepada Marwah. Mantan wanita panggilan
itu didiagnosa mengidap HIV dan sedang hamil dua bulan. Sedangkan waktu itu dia
baru menikah satu minggu. Hal ini membuat Hamzah menjatuhkan talak padanya.
Novel ini juga
menyuguhi pembaca dengan penggalan-penggalan hadits dan kisah-kisah yang bisa
menjadi tuntunan. Hanya saja ceramah Hamzah tentang menyambut ramadhan terasa
terlalu panjang. (Hal. 323 - 328)
Selain silang
sengkarut hubungan Marwah dan Hamzah, penulis juga mengungkapkan sebuah
rahasia. Rupanya Marwah bukan anak kandung ayahnya. Mengetahui kenyataan itulah
yang telah membuat ayahnya meninggal.
Pada akhirnya
jalinan cerita ini terkesan kurang alami. Mungkin karena rentang waktu yang digunakan
penulis untuk berkisah terlalu pendek. Marwah masuk rumah sakit dan ditalak
pada awal ramadhan. Kemudian Hamzah mulai dekat dengan Shafa. Dan kebusukan
Shafa terbongkar menjelang lebaran.
Selain rentang
waktu yang sempit, beberapa kesalahan EYD juga mengurangi kenyamanan membaca.
Di samping itu, penulis juga tidak konsisten menggunakan panggilan Mak atau
Ibu. Jika konsisten tentu akan lebih baik.***
Dimuat Koran
Jakarta, 10 Mei 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar