Judul
buku : Mendung di Lereng Ungaran
Penulis : Arinda Shafa, dkk
Tahun
terbit : Januari 2014
Penerbit : Pustaka Nusantara
Jumlah
halaman : 122 halaman
ISBN : 978-602-7645-23-3
MENGENAL
RAGAM KEBUDAYAAN LEWAT CERPEN
Demi
cintanya pada Pram, Ani rela meninggalkan rumah. Pergi sebagai orang terusir. Bagi
Ibu Ani yang telah menjadi janda sejak muda, Pram tidak masuk ke dalam kriteria
menantu ideal. Pram hanya seorang pemain reog. “Minggat sana! Jangan pulang
sebelum kalian kaya!” Begitu ultimatum Ibu Ani. (hal. 76)
Di
mata Ani, Pram bukanlah pereog yang sesungguhnya. Pram tidak pernah kesurupan. Hanya
berpura-pura kesurupan. Tiap kali dia ngembat barang orang dalam pertunjukan,
dia selalu menggantinya. Selain ganteng, Pram juga sholeh. Cidera lutut yang mengakibatkan
langkah Pram tak lagi sempurna tidak menyurutkan niat Ani untuk jadi istrinya.
Sejak
menikah Pram bekerja di pabrik. Sayangnya, saat dia tengah berjuang agar bisa
diterima Ibu Ani, Pram kena PHK. Pada waktu yang bersamaan temannya menawarkan pekerjaan
baru; mengamen dengan dandanan seperti reog.
Cerita
di atas berjudul Katastrofa Cinta Ibu, salah satu cerpen yang terdapat dalam
buku ini. Cinta yang manis sekaligus getir dituangkan penulis dalam cerpen ini
dengan memikat.
Tema
cinta memang mendominasi cerpen-cerpen yang berada dalam buku ini. Rata-rata
cinta para tokohnya terhalang oleh adat dan terpasung kasta. Latar belakang
kebudayaan yang menjadi kemasannya menjadikan cerpen-cerpen tersebut bercita
rasa unik.
Selain
tema cinta, ada beberapa cerpen yang bercerita tentang keprihatinan sekelompok
orang terhadap budaya yang mulai terkikis zaman. Salah satunya nampak di cerpen
Mendung di Lereng Ungaran.
Cerpen
Mendung di Lereng Ungaran mengisahkan kekerasan hati Pak Marno untuk mengadakan
pagelaran wayang kulit. Semua itu bukan tanpa alasan. Dua tahun sebelumnya
pagelaran wayang absen diadakan. Akibatnya lima orang meninggal mendadak. Namun
niat Pak Marno tidak berjalan mulus. Sebagian warga tidak setuju karena
biayanya cukup mahal. Ada pula yang ingin menyelesaikan bendungan desa atau
mengadakan pentas dangdut.
Di
tengah perbedaan pendapat tersebut muncullah Pak Pardi yang bersedia menanggung
semua biaya pertunjukkan wayang. Tak hanya Pak Marno, seluruh warga menyambut
kabar itu dengan gembira.
Cerpen
ini ditutup dengan ending yang cukup mengagetkan. Seusai acara, warga melihat
Pak Pardi ditangkap polisi dalam sebuah berita di televisi.
Dari
keseluruhan cerpen yang merupakan pemenang lomba menulis cerpen lokalitas
budaya yang diadakan Jaringan Pena Ilma Nafia, nampak sebuah benang merah yang
bisa ditarik; menginginkan kebebasan. Para tokoh sama-sama berupaya melepaskan
diri dari kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, dan belenggu adat.
Dari
kisah-kisah yang terangkum pembaca bisa merasakan sepinya hati seorang
perempuan yang sudah cukup umur untuk berumah tangga namun justru orang tua dan
adat yang jadi penghalang. Kesepian lainnya akan tergambar dengan pilihan
‘mengalah’ demi sahabat. Dan yang lebih mengiris sekaligus dramatis;
tergadainya harga diri seorang anak untuk menebus hutang orang tuanya dan
berakhir kematian.
Tidak
hanya tokoh-tokoh perempuan yang bercerita, kita juga kan menemui kerinduan dan
kegamangan yang melanda. Rindu pada orang tua telah membelenggu Samin selama
tiga tahun namun kepulangan membuatnya gamang saat menyadari dia belum menjadi
siapa-siapa. Samin tidak pernah sampai ke tanah rantau. Kapalnya dikaramkan
gelombang laut dan Samin terdampar di kampung nelayan. (hal. 109)
Selain
Samin ada Rusman yang dilema. Sebelumnya temannya sudah melarangnya menutup
jalan di samping rumahnya untuk menghindari hal yang buruk terjadi pada calon
bayinya. Namun jalan terpaksa ditutup atas desakan mertuanya. Dan anaknya lahir
tanpa lubang anus. (hal. 63)
Buku
yang diterbitkan Pustaka Nusantara ini ditulis oleh enam belas cerpenis –juga-
dengan berbagai latar belakang pendidikan dan profesi. Ada yang dalam
kesehariannya sebagai guru, mahasiswa, pegawai swasta, ibu rumah tangga. Keragaman
budaya yang terdapat dalam satu buku membuat buku ini seperti catatan
perjalanan yang menghibur dan berisi pengetahuan. (Zech)
*dimuat
Koran Jakarta, 24 April 2014
http://www.koran-jakarta.com/?10664-mengenal%20ragam%20kebudayaan%20lewat%20cerita%20pendek http://www.koran-jakarta.com/?10664-mengenal%20ragam%20kebudayaan%20lewat%20cerita%20pendek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar