Senin, 22 Desember 2014

Meniti Jalan Menuju Gelar Sarjana



Oleh: Zurnila Emhar Ch

Pertengahan tahun 2009 adik laki-lakiku menamatkan pendidikan aliyahnya. Sejak lama dia berhasrat menjadi sarjana. Ada ketakutan di mata Ibu ketika dia mengutarakan niatnya. Ibu khawatir tidak bisa mewujudkan harapan itu, mengingat Abak dan Ibu yang sudah sakit-sakitan. Kami bukan orang berada.
Ibu berpendapat; daripada gagal di tengah jalan mendingan cari kerja dari semula. Tapi aku dan adikku tidak sependapat. Aku meyakini Allah akan memberikan kemudahan. Jika tidak, tidak mungkin Dia akan menyuruh kita menuntut ilmu. Bukankah telah dikatakan; Allah akan meninggikan orang-orang berilmu itu beberapa derajat! Maka saya meyakinkan Ibu bahwa Allah tidak mungkin berdusta.
Setelah berhasil menaklukan kekhawatiran Ibu, adikku mulai mengikuti bimbingan belajar untuk menembus perguruan tinggi. Setelah mengikuti tes di Sumbar dan Riau, akhirnya terdaftar sebagai mahasiswa IAIN Imam Bonjol, Padang, jurusan Muamalat.
Mengingat kondisi orangtua dan adik bungsu yang masih sekolah, kami membuat kesepakatan; adikku harus bisa mencari dana sendiri untuk menutupi kekurangan dana yang berasal dari orang tua. Untuk itu kami bahu-membahu.
Saat itu aku tidak bisa banyak membantu. Penghasilanku hanya Rp.800.000/bulan. Sebisa mungkin aku menyisihkan uang untuk dikirim pada orang tua ataupun adik. Selain itu aku juga menyisihkan sedikit demi sedikit uang agar bisa membeli laptop impianku.
Dan adikku pun melakukan beberapa pekerjaan serabutan di luar jam kuliyahnya. Mulai dari ikut mengaduk semen untuk proyek yang tengah dibangun tak jauh dari kampusnya, membuat mainan kunci dari tempurung kelapa, menjual aksesoris,  jilbab, dan tas sambil berteriak-teriak.
Penghasilannya dikumpulkan untuk modal usahanya kelak, katanya.
Sekitar pertengahan kuliyah, bersama temannya dia memberanikan diri menyewa kedai di Pasar Raya, Padang. Beraneka aksesoris mereka jual. Terkadang juga menerima pesanan plakat.
Menjelang penyusunan skripsi dia pindah kerja ke tempat fotokopi. “Lebih mudah mengulang pelajaran di sana ketimbang di pasar,” katanya. Dan bulan Oktober 2013, akhirnya dia menyandang gelar sarjana. Lulus tepat waktu dengan IPK 3,72.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar