Minggu, 11 Mei 2014

Mengenal Ragam Kebudayaan Lewat Cerpen



Judul buku            :  Mendung di Lereng Ungaran
Penulis                  :  Arinda Shafa, dkk
Tahun terbit           : Januari 2014
Penerbit                :  Pustaka Nusantara
Jumlah halaman     : 122  halaman
ISBN                    : 978-602-7645-23-3
                                                








MENGENAL RAGAM KEBUDAYAAN LEWAT CERPEN

Demi cintanya pada Pram, Ani rela meninggalkan rumah. Pergi sebagai orang terusir. Bagi Ibu Ani yang telah menjadi janda sejak muda, Pram tidak masuk ke dalam kriteria menantu ideal. Pram hanya seorang pemain reog. “Minggat sana! Jangan pulang sebelum kalian kaya!” Begitu ultimatum Ibu Ani. (hal. 76)
Di mata Ani, Pram bukanlah pereog yang sesungguhnya. Pram tidak pernah kesurupan. Hanya berpura-pura kesurupan. Tiap kali dia ngembat barang orang dalam pertunjukan, dia selalu menggantinya. Selain ganteng, Pram juga sholeh. Cidera lutut yang mengakibatkan langkah Pram tak lagi sempurna tidak menyurutkan niat Ani untuk jadi istrinya.
Sejak menikah Pram bekerja di pabrik. Sayangnya, saat dia tengah berjuang agar bisa diterima Ibu Ani, Pram kena PHK. Pada waktu yang bersamaan temannya menawarkan pekerjaan baru; mengamen dengan dandanan seperti reog.
Cerita di atas berjudul Katastrofa Cinta Ibu, salah satu cerpen yang terdapat dalam buku ini. Cinta yang manis sekaligus getir dituangkan penulis dalam cerpen ini dengan memikat.
Tema cinta memang mendominasi cerpen-cerpen yang berada dalam buku ini. Rata-rata cinta para tokohnya terhalang oleh adat dan terpasung kasta. Latar belakang kebudayaan yang menjadi kemasannya menjadikan cerpen-cerpen tersebut bercita rasa unik.
Selain tema cinta, ada beberapa cerpen yang bercerita tentang keprihatinan sekelompok orang terhadap budaya yang mulai terkikis zaman. Salah satunya nampak di cerpen Mendung di Lereng Ungaran.
Cerpen Mendung di Lereng Ungaran mengisahkan kekerasan hati Pak Marno untuk mengadakan pagelaran wayang kulit. Semua itu bukan tanpa alasan. Dua tahun sebelumnya pagelaran wayang absen diadakan. Akibatnya lima orang meninggal mendadak. Namun niat Pak Marno tidak berjalan mulus. Sebagian warga tidak setuju karena biayanya cukup mahal. Ada pula yang ingin menyelesaikan bendungan desa atau mengadakan pentas dangdut.
Di tengah perbedaan pendapat tersebut muncullah Pak Pardi yang bersedia menanggung semua biaya pertunjukkan wayang. Tak hanya Pak Marno, seluruh warga menyambut kabar itu dengan gembira.
Cerpen ini ditutup dengan ending yang cukup mengagetkan. Seusai acara, warga melihat Pak Pardi ditangkap polisi dalam sebuah berita di televisi.
Dari keseluruhan cerpen yang merupakan pemenang lomba menulis cerpen lokalitas budaya yang diadakan Jaringan Pena Ilma Nafia, nampak sebuah benang merah yang bisa ditarik; menginginkan kebebasan. Para tokoh sama-sama berupaya melepaskan diri dari kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, dan belenggu adat.
Dari kisah-kisah yang terangkum pembaca bisa merasakan sepinya hati seorang perempuan yang sudah cukup umur untuk berumah tangga namun justru orang tua dan adat yang jadi penghalang. Kesepian lainnya akan tergambar dengan pilihan ‘mengalah’ demi sahabat. Dan yang lebih mengiris sekaligus dramatis; tergadainya harga diri seorang anak untuk menebus hutang orang tuanya dan berakhir kematian.
Tidak hanya tokoh-tokoh perempuan yang bercerita, kita juga kan menemui kerinduan dan kegamangan yang melanda. Rindu pada orang tua telah membelenggu Samin selama tiga tahun namun kepulangan membuatnya gamang saat menyadari dia belum menjadi siapa-siapa. Samin tidak pernah sampai ke tanah rantau. Kapalnya dikaramkan gelombang laut dan Samin terdampar di kampung nelayan. (hal. 109)
Selain Samin ada Rusman yang dilema. Sebelumnya temannya sudah melarangnya menutup jalan di samping rumahnya untuk menghindari hal yang buruk terjadi pada calon bayinya. Namun jalan terpaksa ditutup atas desakan mertuanya. Dan anaknya lahir tanpa lubang anus. (hal. 63)
Buku yang diterbitkan Pustaka Nusantara ini ditulis oleh enam belas cerpenis –juga- dengan berbagai latar belakang pendidikan dan profesi. Ada yang dalam kesehariannya sebagai guru, mahasiswa, pegawai swasta, ibu rumah tangga. Keragaman budaya yang terdapat dalam satu buku membuat buku ini seperti catatan perjalanan yang menghibur dan berisi pengetahuan. (Zech)

*dimuat Koran Jakarta, 24 April 2014
http://www.koran-jakarta.com/?10664-mengenal%20ragam%20kebudayaan%20lewat%20cerita%20pendek http://www.koran-jakarta.com/?10664-mengenal%20ragam%20kebudayaan%20lewat%20cerita%20pendek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar