Sabtu, 06 September 2014

Uhibbuka Fillah: Perjalanan Menggapai Cinta Sejati



                                 Judul buku            :  Uhibbuka Fillah (Aku Mencintaimu Karena Allah)
Penulis                   :  Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Tahun terbit           : Cet-1  2014      
Penerbit                 :  Wahyu Qalbu
Jumlah halaman     :  304  halaman
ISBN                     :  979-795- 825-6



Oleh : Zurnila Emhar Ch

Dikisahkan bahwa Salman Al-Farisi, seorang sahabat nabi, pernah mengajukan lamaran pada seorang perempuan. Saat datang ke rumah gadis itu Salman ditemani sahabatnya, Abu Dardak. Setelah menanyai anaknya, orang tua si gadis memberi jawaban. Rupanya gadis itu menolak lamaran Salman, namun jika Abu Dardak yang melamarnya, gadis itu menerima. Dengan kebesaran hati, Salman Al-Farisi menyambut senang berita itu. Dia menyerahkan mahar dan nafkah yang telah disiapkannya pada Abu Dardak. Salman pun menyaksikan pernikahan mereka. (hal.78)
Berkaca pada kisah tersebut, Dana berangkat menuju Paciran untuk mencari seseorang yang namanya pun dia tidak tahu. Seseorang itu selalu disebut Aini dengan panggilan ‘Kakak’. Dia kakak kelas Aini waktu SMP dan berasal dari Yogyakarta. (hal. 16)
Aini adalah gadis yang telah menawan hati Dana sejak pertama kali bertemu saat masa orientasi siswa SMA. Dana merasa beruntung karena Aini bersahabat dengan Rini, teman sekelasnya. Dari Rini, Dana bisa tahu lebih banyak tentang Aini. Bertiga mereka menjalin persahabatan. Untuk menarik perhatian Aini, Dana rajin mengikuti taklim, mengaji, mendengarkan nasyid dan puasa sunnah. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kelak usaha menarik perhatian ini justru menjadi kebiasaan dan mengubah Dana sepenuhnya.
Setelah menamatkan pendidikan SMA-nya, Dana melanjutkan ke ITS Surabaya, mengambil jurusan teknik informatika. Jauh sebelum wisuda Dana telah bekerja sebagai konsultan IT freelance. Sementara Aini dan Rini kuliyah di Universitas Brawijaya namun di jurusan yang berbeda. Selama itu komunikasi mereka tetap terjaga.
Pada tahun ketujuh sejak mereka berkenalan, Dana datang ke Malang untuk melamar Aini. Namun di luar dugaannya, Aini ternyata menyimpan cinta masa lalunya. Saat SMP Aini pernah mengikat janji dengan kakak kelasnya yang dipanggilnya ‘Kakak’. Dia masih meyakini laki-laki itu kelak akan datang padanya memenuhi janji sekalipun Aini tidak tahu di mana sosok itu kini berada.
“Ibarat selembar kertas putih, Kakak yang pertama kali mengguratkan lukisan indah dengan tinta emas. Lukisan itu tidak terhapus, meski kertas itu telah lusuh terhela laku masa...” (hal. 145)
Keputusan Aini tidak terpatahkan, sekalipun dia dan ‘Kakak’-nya telah lama putus komunikasi. Baginya sebuah janji harus ditepati. Logika Rini pun tidak sanggup menggoyahkannya.
“Kakak tidak seperti itu. Suratnya tak datang lagi, aku tidak tahu mengapa. Namun itu tidak melindapkan setitik pun rasa percayaku kepadanya. Aku yakin dia sedang menyibukkan diri dengan kebaikan untuk bekal kami kelak bersama arungi samudera.” (hal. 146)
Tidak seperti kebanyakan orang yang patah hati, Dana sama sekali tidak menjauhi Aini. Dia memang terluka. Tapi dia juga merasa tertantang untuk mencari siapa laki-laki yang disebut Aini ‘Kakak’. Laki-laki yang telah membuat wajah Aini nampak sendu beberapa tahun terakhir.
Berbekal petunjuk sekolah Aini, mulailah Dana berpetualang. Dia ingin melihat Aini kembali tersenyum. Perjalanan Dana ke Paciran, mengunjungi pesantren dan SMP tempat Aini bersekolah hanya memberinya satu nama; Hasan.
Dalam perjalanan Dana menelusuri jejak Hasan, novel ini menyuguhkan keindahan Pantai Utara, Tanjung Kodok yang telah berubah menjadi Wisata Bahari Lamongan dan suasana pesantren-pesantren di daerah tersebut yang menenangkan. Pengembaraan Dana juga membawa pembaca menyusuri Keraton Yogyakarta dan kehidupan masyarakat di sekelilingnya.
Novel Uhibbuka Fillah ini menyajikan silang sengkarut cinta yang rumit. Sekalipun akhirnya Dana bertemu Hasan di Surabaya, ternyata tidak mudah menyambung lagi tali kasihnya dengan Aini. Sebelum Hasan indekos di tempat kos Dana, dia telah lebih dahulu melamar Atiqa, seorang anak nelayan dari Gresik.
Sebelum membawa Hasan kepada Aini, Dana sempat bertanya, “Kenapa kau ingkar janji? Jika kau berniat pergi, tak bisakah kau katakan padanya agar dia tak perlu lagi menanti?” (hal. 188)
Rupanya kisah hidup yang dialami Hasan semasa SMA-nya cukup tragis. Kebangkrutan orang tuanya dan meninggalnya sang ayah membuat Hasan putus sekolah. Tanggung jawab sebagai anak pertama membuatnya lupa pada Aini.
Ternyata pertemuan kembali Hasan dan Aini bukanlah akhir cerita novel ini. Hasan tidak bisa meninggalkan Atiqa begitu saja. Sekalipun gadis itu telah mengikhlaskannya kembali pada Aini. (hal. 245)
Cinta Hasan pada Atiqa adalah panggilan hati seorang dewasa dalam mencari pendamping hidup. Dan cintanya terhadap Aini adalah cinta kanak-kanak yang tidak jelas akan dibawa ke mana. Dan kisah kasih yang disampaikan Hasan padanya, membuat Aini depresi dan stroke. (hal. 243)
Perjalanan cinta memang tidak pernah bisa ditebak. Para pencinta hanya berusaha menjalaninya sebaik mungkin agar cinta membawanya pada kebaikan. Kisah cinta empat orang yang diceritakan dengan alur maju mundur ini berakhir dengan kejutan. Namun lebih dari ending yang ditawarkan, novel ini telah menjabarkan perjalanan menuju keindahan dalam keikhlasan mencintai seseorang.
***
 Mei 2014


telah dimuat Majalah Sagang edisi Agustus 2014
bisa dilihat di sini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar