Judul buku : Uhibbuka Fillah (Aku Mencintaimu Karena Allah)
Penulis : Ririn Rahayu Astuti Ningrum
Tahun terbit : Cet-1 2014
Penerbit : Wahyu Qalbu
Jumlah halaman : 304 halaman
ISBN : 979-795- 825-6
Dikisahkan bahwa Salman
Al-Farisi, seorang sahabat nabi, pernah mengajukan lamaran pada seorang
perempuan. Saat datang ke rumah gadis itu Salman ditemani sahabatnya, Abu
Dardak. Setelah menanyai anaknya, orang tua si gadis memberi jawaban. Rupanya
gadis itu menolak lamaran Salman, namun jika Abu Dardak yang melamarnya, gadis
itu menerima. Dengan kebesaran hati, Salman Al-Farisi menyambut senang berita
itu. Dia menyerahkan mahar dan nafkah yang telah disiapkannya pada Abu Dardak.
Salman pun menyaksikan pernikahan mereka. (hal.78)
Berkaca pada kisah
tersebut, Dana berangkat menuju Paciran untuk mencari seseorang yang namanya
pun dia tidak tahu. Seseorang itu selalu disebut Aini dengan panggilan ‘Kakak’.
Dia kakak kelas Aini waktu SMP dan berasal dari Yogyakarta. (hal. 16)
Aini adalah gadis yang
telah menawan hati Dana sejak pertama kali bertemu saat masa orientasi siswa
SMA. Dana merasa beruntung karena Aini bersahabat dengan Rini, teman
sekelasnya. Dari Rini, Dana bisa tahu lebih banyak tentang Aini. Bertiga mereka
menjalin persahabatan. Untuk menarik perhatian Aini, Dana rajin mengikuti
taklim, mengaji, mendengarkan nasyid dan puasa sunnah. Sesuatu yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya. Kelak usaha menarik perhatian ini justru menjadi
kebiasaan dan mengubah Dana sepenuhnya.
Setelah menamatkan
pendidikan SMA-nya, Dana melanjutkan ke ITS Surabaya, mengambil jurusan teknik
informatika. Jauh sebelum wisuda Dana telah bekerja sebagai konsultan IT freelance. Sementara Aini dan Rini
kuliyah di Universitas Brawijaya namun di jurusan yang berbeda. Selama itu
komunikasi mereka tetap terjaga.
Pada tahun ketujuh sejak
mereka berkenalan, Dana datang ke Malang untuk melamar Aini. Namun di luar
dugaannya, Aini ternyata menyimpan cinta masa lalunya. Saat SMP Aini pernah mengikat
janji dengan kakak kelasnya yang dipanggilnya ‘Kakak’. Dia masih meyakini
laki-laki itu kelak akan datang padanya memenuhi janji sekalipun Aini tidak
tahu di mana sosok itu kini berada.
“Ibarat selembar kertas
putih, Kakak yang pertama kali mengguratkan lukisan indah dengan tinta emas.
Lukisan itu tidak terhapus, meski kertas itu telah lusuh terhela laku masa...”
(hal. 145)
Keputusan Aini tidak
terpatahkan, sekalipun dia dan ‘Kakak’-nya telah lama putus komunikasi. Baginya
sebuah janji harus ditepati. Logika Rini pun tidak sanggup menggoyahkannya.
“Kakak tidak seperti itu.
Suratnya tak datang lagi, aku tidak tahu mengapa. Namun itu tidak melindapkan
setitik pun rasa percayaku kepadanya. Aku yakin dia sedang menyibukkan diri
dengan kebaikan untuk bekal kami kelak bersama arungi samudera.” (hal. 146)
Tidak seperti kebanyakan
orang yang patah hati, Dana sama sekali tidak menjauhi Aini. Dia memang
terluka. Tapi dia juga merasa tertantang untuk mencari siapa laki-laki yang
disebut Aini ‘Kakak’. Laki-laki yang telah membuat wajah Aini nampak sendu
beberapa tahun terakhir.
Berbekal petunjuk sekolah Aini,
mulailah Dana berpetualang. Dia ingin melihat Aini kembali tersenyum. Perjalanan
Dana ke Paciran, mengunjungi pesantren dan SMP tempat Aini bersekolah hanya
memberinya satu nama; Hasan.
Dalam perjalanan Dana
menelusuri jejak Hasan, novel ini menyuguhkan keindahan Pantai Utara, Tanjung
Kodok yang telah berubah menjadi Wisata Bahari Lamongan dan suasana pesantren-pesantren
di daerah tersebut yang menenangkan. Pengembaraan Dana juga membawa pembaca
menyusuri Keraton Yogyakarta dan kehidupan masyarakat di sekelilingnya.
Novel Uhibbuka Fillah ini
menyajikan silang sengkarut cinta yang rumit. Sekalipun akhirnya Dana bertemu
Hasan di Surabaya, ternyata tidak mudah menyambung lagi tali kasihnya dengan
Aini. Sebelum Hasan indekos di tempat kos Dana, dia telah lebih dahulu melamar
Atiqa, seorang anak nelayan dari Gresik.
Sebelum membawa Hasan
kepada Aini, Dana sempat bertanya, “Kenapa kau ingkar janji? Jika kau berniat
pergi, tak bisakah kau katakan padanya agar dia tak perlu lagi menanti?” (hal.
188)
Rupanya kisah hidup yang
dialami Hasan semasa SMA-nya cukup tragis. Kebangkrutan orang tuanya dan
meninggalnya sang ayah membuat Hasan putus sekolah. Tanggung jawab sebagai anak
pertama membuatnya lupa pada Aini.
Ternyata pertemuan kembali
Hasan dan Aini bukanlah akhir cerita novel ini. Hasan tidak bisa meninggalkan
Atiqa begitu saja. Sekalipun gadis itu telah mengikhlaskannya kembali pada
Aini. (hal. 245)
Cinta Hasan pada Atiqa
adalah panggilan hati seorang dewasa dalam mencari pendamping hidup. Dan
cintanya terhadap Aini adalah cinta kanak-kanak yang tidak jelas akan dibawa ke
mana. Dan kisah kasih yang disampaikan Hasan padanya, membuat Aini depresi dan
stroke. (hal. 243)
Perjalanan cinta memang
tidak pernah bisa ditebak. Para pencinta hanya berusaha menjalaninya sebaik
mungkin agar cinta membawanya pada kebaikan. Kisah cinta empat orang yang
diceritakan dengan alur maju mundur ini berakhir dengan kejutan. Namun lebih
dari ending yang ditawarkan, novel ini telah menjabarkan perjalanan menuju
keindahan dalam keikhlasan mencintai seseorang.
***
Mei 2014
telah dimuat Majalah Sagang edisi Agustus 2014
bisa dilihat di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar