Penulis : Linda
Christanty
Tahun terbit : April
2010
Penerbit : Gramedia,
Jakarta
Jumlah halaman : 118
halaman
TENTANG ORANG-ORANG YANG TERPENJARA DALAM
KESEPIAN
Satu lagi buku
yang lahir dari tangan Linda Cristanty. Setelah buku pertamanya, Kuda Terbang
Maria Pinto, mendapat anugrah Khatulistiwa Literaty Award 2004, Linda
meluncurkan kumcernya yang berjudul Rahasia Selma. Buku ini berisi sebelas buah
cerpen. Hampir semua cerpen yang disatukan dalam buku ini pernah diterbitkan di
media-media nasional.
Tulisan-tulisan
dalam buku ini terasa lebih berbau perempuan ketimbang Kuda Terbang Maria
Pinto. Rata-rata tokoh yang digunakan
adalah perempuan. Lihat saja cerpen Pohon Kersen, Menunggu Ibu, Kupu-Kupu Merah
Jambu, Mercusuar, Rahasia Selma, Kesedihan, Jazirah di Utara dan Babe. Pada
Para Pencerita pun sosok laki-laki hanya tampil sebagai pengisah. Dalam Drama
dan Ingatan barulah bercerita tentang laki-laki.
Cerpen Menunggu Ibu menceritakan tentang Pia
yang harus mengurus ibunya yang mengalami gangguan jiwa. Pia adalah sosok yang
kesepian. Ia senantiasa merindukan teman. Ia pernah ingin membawa
teman-temannya nginap di rumah tapi takut teman-temannya dicekik ibu. Seperti
Fatma, pembantu mereka yang pernah dicekik ibu. Juga bebek tetangga sekarat
karena dicekik ibu.
Dulu Pia tinggal bersama ibu dan Ena, adiknya.
Namun setelah ibu menghilang dan pulang dalam keadaan awut-awutan, Ena tinggal
bersama Om Mus, kakak ibu. Mereka hanya bertemu sekali seminggu. Pia pernah
meminta Ena dibawa kembali ke rumah karena dia tahu Ena sering dipukuli
anak-anak Om Mus, namun ibu menolak permintaannya.
Pia jadi dilema. Dia tahu adiknya tidak pernah
merasa aman di rumah om mereka tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Terkadang dia
juga kewalahan menghadapi tingkah ibu, namun dia tidak tega meninggalkan ibu
sendirian walau nenek telah menawarkan tempat tinggal untuknya.
Menurut Fatma, keadaan ibu dipicu oleh paksaan
keluarga agar ibu menikah dengan ayah. Sedangkan ibu mencintai laki-laki yang
lain. Sudah sering ibu diterapi namun ibu tidak kunjung sembuh. Malah
menjadi-jadi.
Kepergian ibu yang terakhir setelah dia
menggorok leher Olio, si pudel pemberian Pak Nana, tetangga mereka. Setelah itu
Ibu tidak pernah kembali. Ena menengok Pia hanya sekali sebelum Ena ditemukan
tenggelam di kolam rumah Om Mus. Itu terjadi tujuh tahun yang lalu.
Cerpen Rahasia Selma sendiri mengisahkan Selma
yang (juga) kesepian seperti Pia. Selma tinggal berdua dengan ibunya. Ayahnya
hanya pulang satu kali sebulan. Ibu tidak mengizinkannya berkumpul dengan
teman-temannya karena menurut ibu orang tua teman-temannya suka bergunjing.
Untuk mengatasi kesepian Selma, ibu mengizinkannya memelihara kura-kura. Bukan
hanya seekor tapi ribuan.
Suatu kali mereka liburan berdua. Mereka
tinggal di sebuah penginapan. Liburan ini dimanfaatkan ibu untuk membuat
lukisan Selma yang duduk di atas sofa, dikelilingi ribuan kura-kura. Selma jadi
merasa memiliki teman.
Di belakang penginapan ada sebuah lembah.
Selma sangat ingin ke sana. Di lembah berkabut itu terdapat rumah-rumah kayu
yang sunyi. Setiap rumah memiliki nama seperti nama manusia seperti Wilhelmus,
Helena dll. Menurut Bu Lasya, pemilik penginapan, perumahan itu dihuni oleh
orang-orang Belanda. Entah apa profesi mereka. Setelah sekian lama mengintai,
Selma tidak pernah melihat ada orang yang melewati jalan dekat lembah. Mau ke
lembah ataupun kembali dari lembah.
Satu-satunya orang yang pernah melewati jalan
itu adalah Pak Suhana, pegawai penginapan. Ia menjenguk saudaranya yang menjadi
koki di rumah lembah. Di jalan Pak Suhana menemukan kura-kura di dekat lembah.
Kura-kura itu dimasukkan lagi ke kolam di lobi penginapan. Tapi seminggu kemudian kura-kura itu hilang lagi
dan tidak ditemukan. Pak Suhana sedih, takut dimarahi Bu Lasya.
Membantu Pak Suhana mencari kura-kura adalah
alasan Selma untuk mengetahui tentang kehidupan di lembah. Namun ibu dan Bu
Lasya melarangnya ke sana. Selma pun pergi dengan mengendap-endap.
Di tengah pemukiman di lembah, Selma menemukan
sebuah jurang yang di dalamnya terdapat miniature sebuah kota; rumah-rumah,
gedung-gedung, lapangan sepak bola, menara radio, pohon-pohon dan jalan-jalan.
Dari atas jurang nampak seperti sebuah kota yang tenang.
Pada cerpen Rahasia Selma ini, Linda menceritakan
banyak hal tanpa lepas pada pokok bahasan; Selma. Linda menuturkan isi dinding
facebook ibu Selma, tentang Kang Somat yang sering mengasih Selma mawar (yang
selalu mengingatkan Selma pada wangi parfum nenek), tentang kebiasaan ibu
merias bibirnya dengan garis serupa busur yang pernah ditulis Selma dalam
pelajaran mengarang dan mendapat applaus dari guru bahasanya.
Selma adalah sosok yang lincah dan suka
memperhatikan hal-hal di sekelilingnya. Selma sempat berdebat dengan dirinya
saat membaca nama rumah kedua. Helena atau Helene. Kabut menghalangi
pandangannya. Ketika berlari-lari menuruni jalan di lembah, dia ingat pelajaran
olah raga yang tidak disukainya.
Terlebih Pak Minto, guru olah raga yang gemar mencubit perut dan
pantatnya tanpa sebab. Bahkan Pak Minto juga pernah mencubit-cubit muridnya
yang mengakibatkan orang tua murid tersebut mengamuk di kantor guru. Pak Minto
menjadi pendiam setelah itu. Namun Selma tetap tidak menyukai pelajaran olah
raga.
Drama; menceritakan seorang laki-laki yang bertugas
sebagai ‘penasehat’. Penasehat hukum bagi seseorang yang ingin tahu tentang hak
asasi. Seseorang yang tinggal di hutan bersama-sama kawan-kawannya – atau
mungkin bawahannya- yang mengantongi senjata dengan jenis AK 47.
Aku juga seorang perancang drama. Ia suka
mempelajari trik-trik baru dengan menonton pertunjukan-pertunjukan di seluruh
dunia. Ia pernah menjadi juru bisik yang duduk di samping perdana mentri.
Profesi ini sering membuatnya merasa tidak aman. Dia sering khawatir
kalau-kalau rumahnya dipasangi alat penyadap.
Tugas yang paling membuatnya puas adalah saat merancang drama
perundingan. Dia berhasil menyulap
seorang penjual obat menjadi juru runding. Juru runding menyeberang ke pihak
musuh. Dua minggu kemudian penjual obat itu muncul di televisi, “ Saya
menyerahkan diri secara suka rela dan mengakui apa yang saya lakukan salah.”
Cerpen ini seperti sindiran. Drama!
Mengingatkan kita pada tayangan televisi yang kita tonton sehari-hari.
Cerpen Para Pencerita mengisahkan Fahmi, anak
bungsu dari empat bersaudara yang selalu
merindukan keluarganya yang gemar bercerita. Mereka adalah ibu, bibi, Wak Nur,
dua orang kakaknya; Cut Nas dan Cut Rum. Hingga dewasa Fahmi sering
mengulang-ulang kenangan tersebut. Dari hal-hal serius yang dibicarakan wanita
dewasa sampai hal yang konyol seperti kutu-kutu yang berkembang biak di kepala
Fahmi yang berasal dari kepala para pencerita itu.
Yang paling
menonjol dalam cerita tersebut adalah kekontrasan rumah tangga ibu dengan Cut
Nas. Ayah Fahmi seorang laki-laki yang gemar kawin. Jumlah istrinya sama dengan
jumlah anak ayam dalam kandang mereka; selusin.
Ayah suka pergi dan pulang sesuka hati. Ibu menghidupi mereka dengan
menjual penganan. Termasuk untuk biaya kuliyah Bang Hasril di Amerika. Bang
Hasril adalah kakak sulung Fahmi yang kuliah dan kerja di Amerika namun tidak
pernah pulang lagi setelah menikah dengan gadis kampung. Namun
ketidakbertanggungjawaban ayah tidak memberi efek apapun pada ibu. Ibu hanya
diam.
Cut Nas berbeda
dengan ibu. Ayah memaksanya menikah dengan Teuku Abas, duda kaya beranak satu.
Teuku Abas memiliki kegemaran berselingkuh. Kata-kata cerai sering muncul dalam
rumah tangga mereka karena kebiasaaannya itu. Namun mereka tetap bersama hingga
memiliki tujuh orang anak. Sangat aneh
menurut Fahmi.
Setelah
berkali-kali memburu simpanan suaminya, Cut Nas
memutuskan menuntaskan sakit
hatinya dengan caranya sendiri. Suatu malam dengan pakaian hitam dia
mengendap-endap ke losmennya. Dia
menghabisi suaminya di depan simpanan suaminya yang meringkuk di sudut.
Seiring
perjalannan waktu, satu persatu para pencerita meninggalkan Fahmi. Ibu dan Wak
Nur telah meninggal, bibi tidak pernah
kembali, Cut Nas pindah ke kota lain, Cut Rum
ikut suaminya ke Jakarta. Namun setiap kali Fahmi berkunjung ke rumah
tua peninggalan orang tuanya, dia masih sering membayangkan para pencerita
tersebut duduk berkumpul di atas ranjang besar
yang dulu sering mereka gunakan.
Cerpen-cerpen
yang terkumpul dalam buku terbitan
Gramedia, April 2010 ini akan membawa pembaca menyusuri berbagai kemungkinan
dari hal-hal yang “sering kita abaikan”. Hal-hal yang jarang kita temui tentang
hubungan individu akan kita temukan di
sini. Imajinasi Linda memang liar namun
terkendali. Kemampuan Linda membebaskan tokoh-tokohnya dari doktrin, mitos ataupun kesunyian sukses
membuat kita terpukau.
Juni 2010.
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar